Teori:
Pengertian Konflik menurut Robbins adalah suatu
proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi
usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking)
yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai
tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya”. Dengan demikian yang
dimaksud dengan Konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan
peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik
harus dianggap sebagai “ada” oleh fihak-fihak yang terlibat dalam konflik.
Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah
“persepsi” dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka
dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada
sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada
situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai “bernuansa konflik”
ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak
menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam
organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, “oposisi”
(lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”.
Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih
yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui
pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam
kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap
kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya
tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang
bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama.
Fihak-fihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama
lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam
kondisi “konflik”. Bila kita mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang
pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina
Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa
konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses mengekspresikan ketidak puasan,
ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi”. Kedua penulis
tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah
proses.
Contoh Kasus:
Pembabatan hutan adat di Kalimantan Tengah terus berlangsung
seperti terjadi di kawasan hutan Tamanggung Dahiang di Desa Tumbang Dahui,
Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan pada bulan awal Nopember 2002.
Kejadian ini sebenarnya telah diketahui oleh seorang tokoh desa bernama Salin
R. Ahad yang kemudian permasalahan ini dilaporkan ke Polda, Kejaksaan Tinggi,
dan DPRD Propinsi Kalteng yang dianggap menginjak-injak harga diri masyarakat
adat dan hukum-hukum adat setempat. Kemudian tokoh desa itu juga mengungkapkan
keterlibatan oknum-oknum BPD (Badan Perwakilan Desa) yang ikut membekingi dan
melakukan pembabatan hutan adat tersebut.
Kejadian yang hampir sama terjadi pada pertengahan bulan
Juni 2002. 189 warga desa di wilayah Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito
Utara menuntut HPH PT. Indexim dan PT. Sindo Lumber telah melakukan pembabatan
hutan di kawasan Gunung Lumut. Kawasan hutan lindung Gunung Lumut di desa Muara
Mea itu oleh masyarakat setempat dijadikan kawasan ritual sekaligus sebagai
hutan adat bagi masyarakat dayak setempat yang mayoritas pemeluk Kaharingan.
Sebelum kejadian ini telah diadakan pertemuan antara masyarakat adat dan
HPH-HPH tersebut.
Namun setelah sekian lama ternyata isi kesepakatan tersebut
telah diubah oleh HPH-HPH itu dan ini terbukti bahwa perwakilan-perwakilan
masyarakat adat dengan tegas menolak dan tidak mengakui isi dari kesepakatan
itu.
Analisis:
Seharusnya,aparat keamanan yang bertugas melindungi
masyarakat bisa menindak lanjuti kedua perusahaan tersebut,karena perusahaan
PT.Indexin dan PT.Sindo Lumber telah melanggar tentang pengelolaan hutan.Kedua
perusahaan tersebt telah membabat habis hutan di kawasan gunung lumut tersebut,
apalagi hutan tersebut merupakan hutan lindung. Selain itu aparat kemanan juga
dapat menangkap oknum BPD tersebut, karena oknum tersebut terlibat langsung
dalam kerjasama dengan kedua perusahaan tersebut. Oknum ini harusnya menghalangi
tindakan kedua perusahaan tersebut dalam pembabatan hutan.
Agar menghindari konflik dengan masyarakat
sekitar,perusahaan juga seharusnya bersikap baik dalam lingkumgan
sekitar.Seperti tidak melakukan pembabatan hutan lindung. Lalu jika melakukan
penebangan pohon di hutan, harus melakukan reboisasi(penanaman ulang pohon).
Hormat kepada masyarakat sekitar dan adat dan berlaku, karena masyarakat
Kalimantan terkenal dengan adatnya yang harus di jaga secara turun menurun.
Jika hal itu dilakukan oleh perusahaan, mungkin tidak ada yang namanya konflik
eksetrnal.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar