TEORI:
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya
mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf
kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-
sumber alam yang ada
disekitarnya.
Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan
lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong
terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai
"mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia
(Geertz, 1973a), atau sebagai "pola-pola bagi kelakuan manusia"
(Keesing & Keesing, 1971). Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian
aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi,
yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara
kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang
dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini
akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti
perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem
penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak,
sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena
kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai
moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang
dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya,
secara terus menerus dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat
memahami dan menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang
ada dalam lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai
oleh para warga masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya
dan dalam kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan
berbagai kelakuan dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar
keteraturan sosial dan kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat
tetap mereka pertahankan.
CONTOH KASUS:
Suku
baduy (Kanekes) merupakan sebuah suku yang ada di Indonesia, Suku ini berada
di Kabupaten Lebak, Banten. Suku baduy memeliki populasi antara 6000
hingga 9000 orang. Suku baduy ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu baduy dalam
dan baduy luar. Perbedaan antara suku baduy dalam dan suku baduy luar adalah
suku baduy dalam hingga saat ini masih mempertahankan budaya mereka yaitu
dengan mengisolasi diri mereka dari pengaruh dunia luar, sedangkan untuk suku
baduy luar mereka cenderung lebih terbuka atau tidak terlalu mengisolasi diri
dari pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih mau menerima budaya-budaya
modern namun tidak semua budaya tersebut mereka terima. Sedangkan untuk
masyarakat suku baduy dalam tidak mau menerima budaya yang datang dari luar
daerahnya, mereka berpendapat bahwa budaya tersebut dapat merusak budaya dari
leluhurnya.
Bahasa yang digunakan oleh suku Baduy
adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Tapi kelompok suku baduy dapat menggunakan
bahasa Indonesia untuk dapat berkomunikasi dengan para pendatang, meskipun
mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Baduy dalam
tidak mengenal budaya menulis, sehingga adat-istiadat ataupun
kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan melalui tutur lisan
saja.
Masyarakat Baduy tidak mengenyam bangku
sekolah, karena mereka berpendapat bahwa pendidikan tersebut berlawanan dengan
adat-istiadat mereka Sehingga mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun
fasilitas sekolah di desa mereka.
Suku Badui dalam merupakan bagian
ataupun keseluruhan dari orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga
Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian
peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
·
Larangan
menggunakan alas kaki
·
Larangan
menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
·
Pintu
rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau
ketua adat)
·
Tidak
diperbolehkan menggunakan alat elektronik ataupun Listrik. (teknologi)
·
Menggunakan
kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri
serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Adapun beberapa alasan yang menyebabkan
di keluarkannya warga badui dalam menjadi warga badui luar yaitu :
·
Mereka
telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
·
Berkeinginan
untuk keluar dari Kanekes Dalam
·
Menikah
dengan anggota Kanekes Luar
Kelompok masyarakat badui yang kedua
disebut panamping atau yang lebih dikenal dengan Suku Baduy Luar, mereka
tinggal di berbagai tempat yang tersebar dan mengelilingi wilayah Suku Baduy
Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain
sebagainya. Masyarakat Suku Baduy Luar memiliki ciri khas khusus yaitu
mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar adalah
orang-orang yang telah keluar dari adat
dan wilayah Suku Baduy dalam.
Adapun Ciri-ciri Masyarakat Baduy Luar
antara lain sebagai berikut:
·
Mereka
telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya
tetap merupakan larangan untuk setiap warga Kanekes, termasuk warga Kanekes
Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar
tidak ketahuan pengawas dari Kanekes Dalam.
·
Proses
pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu,
seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes
Dalam.
·
Menggunakan
pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan
bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong
dan celana jeans.
·
Menggunakan
peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca
& plastik.
·
Mereka
tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
ANALISIS:
Menurut saya kita harus saling menghormati
terhadap kebudayaan yang telah ada dan sebagai mahluk Tuhan
yang diberi akal seharusnya mengetahui apa yang ada disekeliling kita dan
menanggapi sebagai mahluk social yang pasti mengalami perbedaaan yaitu saling
menerima perbedaan itu dan saling menghormati. Mengenai kebudayaan haruslah
dilestarikan jika seandainya menurut masyarakat tersebut benar dan tidak
melanggar norma agama dan norma hukum. karena kebudayaan nasional juga
mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan
nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional
yang dilandasi oleh semangat Pancasila.
SUMBER:
Permana, C.E. (2001).
Kesetaraan gender dalam adat inti jagat Baduy, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Garna, Y.
(1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia,
Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4.
Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan
Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.
http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar